Kamis jam 13.30, pertama kali
aku bernapas menggunakan paru-paruku sendiri, yup aku sudah ada di dunia
walaupun tidak ada yang aku ingat saat itu. Menurut primbon, kamis itu artinya
pohon. Tapi entah kenapa aku suka tidak beruntung kalau sudah berhubungan
dengan air. Selalu aja ada kejadian tidak terduga dengan air selama study tour
di SMA. Apa pohon bermusuhan dengan air ya?
1. Tahun Pertama
LIPI dan Dufan menjadi tujuan
study tour tahun pertama. Dan kejadian dengan air terjadi waktu bermain arung
jeram di dufan. Kapal karet yang aku tumpangi tidak mendapatkan keseimbangan,
sehingga saat aku berdiri, aku terjatuh dan terbawa arus sampai masuk ke celah
beton. Gelap dan tidak ada udara. Aku mencoba mencari pertahanan supaya tidak
terbawa arus, akhirnya jaket yang aku pakai nyangkut, sedikit demi sedikit aku
mulai mencari udara. Aku seperti orang linglung antara sadar dan tidak. Aku
masih tidak percaya bisa berada di tempat ini.
Tidak berapa lama ada tangan
yang memegang tanganku. Mencoba menarikku keluar, tapi tidak bisa karena aku
terperangkap. Arus air langsung terhenti dan petugas dufan menolongku. Mengangkat tubuhku diantara celah beton yang
sempit, kurang dari 15 menit, ternyata waktu begitu lama untuk orang yang
ketakutan.
2. Tahun Kedua
Tahun kedua ini sebenarnya lebih
banyak study-nya. Tujuannya adalah Ujung Genteng, pantai yang masih cukup asri
dengan biota pesisir ataupun lautnya, karena tidak terlalu banyak wisatawan
yang datang. Kejadiannya terjadi saat mencari biota laut jaraknya mungkin
sekitar 50 m dari garis pantai, tapi air mulai pasang sehingga guru pembimbing
menyuruh untuk pulang. Terlalu jauh untukku jika harus kembali ke rombongan,
sehingga aku memberanikan diri untuk pulang sendiri saja. Tapi ternyata air
pasang begitu cepat. Dia kembali lagi ke tempatku, dan menemani sampai tiba di
pesisir. Masih orang yang sama. Terima kasih ya.
3. Tahun Ketiga
Tahun ini study-nya minim sekali,
lebih banyak bersantainya. Objek-objek wisata di Jogjakartalah tujuannya, pati
sudah ketebak apa saja objek-objeknya. Aku terlambat menaiki bus, dan langsung
saja aku simpan tasku di samping tempat dudukku. “Tan, tasnya disimpen di
bagasi bawah”. Langsung aku turun dan menaruhnya, tasku jadi terletak paling
dekat pintu garasi karena menaruhnya paling akhir. Perjalanan menuju Jogja
cukup lama kurang lebih 15 jam, dan cuaca lebih banyak hujan.
Tibalah di penginapan, saat aku ambil tasku,
ternyata basah. Karena tasnya terbuat dari kain dan air hujan masuk ke
celah-selah pintu bagasi dimana tempat tasku berada, jadilah keadaan basahnya
sekitar 75% dari keseluruhan barang yang aku bawa. Hari itu sudah pukul 11.30
malam, aku pergi ke receptionist berharap ada laundry kilat sehingga besok pagi
aku sudah bisa memakai baju kering. “Tidak bisa, mba. Kalau mau besok pagi jam
8”. Aku pergi ke kamar, mencari akal untuk mengeringkan baju yang ternyata pada
luntur. Aku frustasi. Aku cari sabun untuk mencucinya. Ah, lunturnya tak mau
pergi! Saat itu pukul 01.00, kulihat teman kamarku sudah tidur semua, aku
keluar hotel membawa baju luntur itu. Kemudian, sebelum di gerbang hotel aku
bertemu salah satu guru, “Tan, mau kemana?”. Aku menjelaskannya. “Wah jangan
sendiri atuh, ditemenin ya, nah itu ada temenmu, To, temenin Intan”. Akhirnya
aku ditemani sama temenku yang satu organisasi itu. Waktu sudah pukul 02.00,
sekeliling hotel sudah kami telusuri. Hasilnya nihil. Akhirnya kami pulang.
Terima kasih ya, To.
Pukul 05.00, aku meminjam
setrikaan warga, akhirnya cukup kering juga walaupun masih bisa terasa
dinginnya air yang menyerap di baju yang aku pakai. Lalu baju yang luntur, aku
titipkan di laundry sebelum pergi menuju tempat tujuan kami di Jogja.
Semoga
tidak ada pengalaman buruk dengan air lagi. Tapi lewat kejadian-kejadian ini,
aku bersyukur ada orang-orang yang masih peduli dan baik yang mau menolongku.
Sekali lagi, Terima kasih, ya.
Hey,
water, please, to be my friend. Sincerely, the tree.