Judul artikel ini, aku ambil dari
jaringan sosial seseorang. Ya, ‘Snow Outside, Dark Inside’, mungkin seperti
inilah pandangan orang tersebut selama ini padaku. Pikiranku masih tidak bisa
berjalan logis –apalagi hatiku yang memang tidak mempunyai otak– saat aku menduga bahwa orang yang paling dekat
dan (seharusnya) menjadi sandaranku beranggapan demikian tentangku. Ah, memang
benar, ekspektasiku terlalu tinggi.
Aku kaku saat kamu bertanya,
“Apa masalahnya, ungkapkan langsung kepadaku”. Kamu tidak tau bagaimana
sulitnya mengungkapkan apa yang aku rasa kepadamu. Terlalu banyak yang sudah
aku pendam darimu, sampai aku bingung dari mana harus aku mulai. Dan disinilah
bodohnya aku, aku hanya diam. Pikiranku menerawang jauh ke hari yang lalu,
teringat lagi bagaimana rasanya. Aku terlalu banyak berpikir konsekuensi dan
resiko yang akan aku dapat bila aku mengungkapkannya kepadamu. Sejujurnya aku
takut, apa yang akan kamu lakukan nanti mengingat kamu tipikal orang yang sulit
ditebak. Aku dijebak oleh buah simalakama.
Akhirnya aku memilih mengendalikan perasaanku
sendiri, yah aku mencari tempat untuk mendapatkan solusi, menemui teman-temanku.
Memang aku tidak selalu mendapatkan solusi untuk keluar dari lingkar ketidaknyamanan
hati, tapi aku selalu mendapatkan kekuatan untuk bisa berdiri sendiri lagi. Ya,
‘Snow Outside’, aku tidak menyalahkanmu atas pernyataan ini. Just snow outside.
Kita selalu mempunyai alasan untuk melakukan sesuatu. Sesuatu yang besar,
sesuatu yang kecil, sesuatu yang tidak terduga, apapun itu. Dan kamu juga boleh
mengatakan bahwa ini adalah pembelaanku, kamu juga boleh mengatakan aku hanya
membela diri supaya semua orang menganggapku bagai bidadari. Dan kamu juga
boleh mengatakan aku tidak mau dianggap sebagai peran antagonis, kamu juga
boleh mengatakan aku selalu membuat orang-orang menduga kamulah antagonis. Kamu
boleh. Kamu boleh melakukan apapun yang kamu mau. Kamu selalu boleh.
“Kalau aku sih gak mau cerita ke
orang-orang, kesian, nanti mereka jadi berpikir jelek tentang orang yang aku
ceritakan”. Aku terhentak. Kamu benar, kamu benar aku jahat. Aku tidak sampai
berpikir mereka akan menganggapmu jelek saat aku menceritakan masalahku untuk
mendapatkan solusi, karena aku bercerita kepada orang yang juga mengenalmu
dengan baik melebihi aku mengenalmu, kupikir mereka pasti sudah mempunyai
sebuah nilai untukmu jauh sebelumnya. Saat itu yang aku pikirkan adalah
bagaimana caranya aku bertahan untuk tidak jatuh (lagi), yang aku pikirkan
hanyalah diriku sendiri. Ya, ‘Dark Inside’,aku tidak juga menyalahkanmu atas
pernyataan ini. Just dark inside.
Terlalu mahal harga yang harus kita bayar untuk
sebuah kesederhanaan seperti dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar