Aku masih ingat, terakhir kita bicara, tentang masa depan.
Kamu bersemangat sekali. Bercerita mimpi-mimpimu yang megah dan ketakutanmu
akan realitas. Mencari peluang, menembus impian.
Aku masih ingat, pertama kali kita bercengkrama. Aku banyak
bercerita tentang kantong ajaib dan pintu kemana saja. Dan kamu hanya
memperhatikan, sambil sesekali tertawa. Tanpa menanggapi kegilaanku akan cerita
fantasi.
Kita memang jarang berbicara tentang kejelasan hati, itu
semacam hal sakral yang dikeramatkan. Seolah kita sudah mengerti, tanpa berucap
satu katapun. Kita terlalu sering berspekulasi, sampai api lilin yang sekali tiupan
mudah padam sudah membakar habis meja makan. Dan tentu saja kita selalu malas
membereskan abunya, apalagi menaruh meja makan baru tanpa lilin.
Selama itu banyak hal yang kita bicarakan, selama itu pula sedikit
sekali yang menyinggung keadaan hati. Kita berbicara tentang semesta, tanpa
pernah tau yang seharusnya kita tau.
Aku masih ingat, terakhir kita bertemu. Tidak ada senyuman,
apalagi sapaan. Kita berlalu, kita menjadi penderita amnesia. Kita menghindar,
jarak kita tidak boleh lebih dekat dari 4 meter. Kita asyik mencari dan bercerita dengan teman
dekat, tanpa pernah ingat, kita dulu lebih dari sekedar teman dekat.
Ya, kita
penderita amnesia. Kita... mustahil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar